Hukum Progresif Penanganan Hak Nafkah Anak dalam Kasus Perceraian di Pengadilan Agama (Studi di Pengadilan Agama Karesidenan Surakarta)

Hukum Progresif Nafkah Anak Perceraian

Authors

September 30, 2020

Downloads

Menurut ketentuan undang-undang perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Yang menjadi persoalan adalah apabila para pihak kurang cermat dalam mengajukan gugatan perceraian, terutama dalam hal tidak mencantumkan tuntutan yang menyangkut hak anak-anak para pihak, hal ini dapat berimplikasi serius terhadap masa depan anak-anak yang bersangkutan. Karena hakim dalam perkara perdata bersikap pasif, dalam pengertian bahwa ruang lingkup atau luas pokok perkara yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan oleh hakim.

Yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimana penanganan perkara perceraian yang dalam gugatannya tidak mencantumkan tuntutan hak nafkah anak. Dan (2) bagaimana pertimbangan hakim dan landasan hukum yang digunakan dalam memutuskan perkara perceraian yang dalam gugatannya tidak mencantumkan tuntutan hak nafkah anak dalam perspektif hukum progresif.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan deskriptif kualitatif, sehingga sumber data utamanya berupa data primer yang diperoleh di lapangan melalui wawancara dengan didukung data sekunder dan data tersier. Teknik pengumpulan datanya menggunakan wawancara secara semi terstruktur dan metode dokumentasi. Sedangkan analisis datanya menggunakan analisis kualitatif.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa terhadap penanganan perkara perceraian yang dalam gugatannya tidak mencantumkan tuntutan Hak Nafkah Anak, pada dasarnya hakim tidak bisa melebihi apa yang di tuntut oleh pihak penggugat dalam gugat cerai. Namun berdasarkan hak Ex Officio Hakim sehingga hakim dapat memberikan kewajiban kepada suami untuk memenuhi hak-hak mantan istri ataupun hak anaknya. Oleh karena itu biaya pemeliharaan anak dan nafkah anak di bebankan kepada suami (bapak), kecuali apabila suami karena penghasilannya tidak cukup maka istri (ibu) juga diberi kewajiban untuk ikut membantu biaya pemeliharaan dan nafkah anak. Kewajiban adanya nafkah dari ayah kepada anaknya yang belum mencapai usia 21 tahun. Umumnya majelis hakim akan memutuskan besarnya nafkah anak sebesar 1/3 dari nilai penghasilan suami. Namun tidak menutup kemungkinan lebih besar jika terdapat kesepakatan terkait hal tersebut dalam proses persidangan. Keberpihakan atau kecenderungan hakim terhadap hak anak dalam progresif persepsi dapat dikatakan ada, bahkan hakim menggunakan pendekatan persuasif yang mengajak agar sang ayah bisa mengupayakan yang terbaik bagi anaknya. Mengenai hal ini ada kesamaan sikap pada setiap hakim di Pengadilan Agama Surakarta terkait pemahaman dalam progresif persepsi dimana lebih menitik beratkan pada pertimbangan keadilan dan kesejahteraan masyarakat dibandingkan menjalankan norma ultra petita yang ternyata merugikan salah satu pihak terutama kepentingan anak di masa mendatang. Landasan hukum yang digunakan oleh hakim adalah hak Ex Officio hakim, pasal 105 KHI dan Perma No. 3 Tahun 2017.