MENOLAK SYUBHAT: SEMANGAT TOLERANSI BERAGAMA DALAM DISKURSUS KONVERSI AGAMA LITERATUR FIKIH KLASIK
Keywords:
toleransi beragama, konversi agama, literatur fikih klasikAbstract
Intoleransi beragama di Indonesia kembali menguat seiring Pandemi Covid-19. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah tindakan pelanggaran KKB dibandingkan tahun sebelumnya. Keadaan ini tentu mengindikasikan urgensi penguatan toleransi beragam di tengah-tengah masyarakat kita. Salah satu yang disinyalir menjadi faktor penyebab intoleransi adalah pemahaman terhadap sumber ajaran keagamaan itu sendiri. Di sinilah literatur fikih klasik sebagai produk pemahaman terhadap sumber-sumber keislaman – yang notabene banyak menjadi rujukan umat Islam – kerap dituding mewariskan pandangan yang intoleran. Terutama pada kasus-kasus yang beririsan dengan inti agama (akidah). Benarkah literatur fikih klasik telah mewariskan pandangan intoleran? Guna menjawab kesangsian (syubhat) ini, studi ini akan bertolak dari isu konversi agama (riddah) sebagai salah satu topik penting dalam pembahasan toleransi dan kebebasan beragama dalam Islam. Mula-mula studi ini hendak mengungkap bagaimana semangat toleransi beragama dalam diskursus konversi agama literatur fikih klasik serta implikasinya terhadap toleransi beragama dalam konteks keindonesiaan. Penelitian pustaka ini menyimpulkan, semangat toleransi beragama sejatinya telah terkandung dalam diskursus literatur fikih klasik mengenai hukuman mati bagi pelaku konversi agama. Implikasinya, pandangan ini tampak sangat potensial untuk dikembangkan dan didayagunakan sebagai alat rekayasa sosial guna mewujudkan masyarakat yang toleran. Secara simultan, pandangan ini telah membuktikan, tuduhan bahwa literatur fikih klasik mewariskan paham intoleran adalah klaim yang tidak berdasar.